PELANGGARAN ETIKA SEKTOR PERTANIAN,
PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN
(DEGRADASI
LAHAN OLEH CAMPUR TANGAN MANUSIA)
Disusun oleh Kelompok 6 :
Fadhila
Fitria C – 13214743
Irfansyah
Kuteh – 15214454
La
Ode Muhammad Saiful
– 15214953
Kelas
3 EA 04
FAKULTAS
EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang
berarti negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian
maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian memiliki cabang-cabang
sektor atau sub sektor yang membentuk sektor pertanian tersebut. Sub sektor
tersebut adalah sub sektor tanaman pangan, sub sektor tanaman perkebunan, sub
sektor peternakan dan hasilnya, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan. Pembagian sub sektor tersebut terkait dengan definisi
pertanian itu sendiri. Menurut BPS (2003), pertanian adalah semua kegiatan yang
meliputi penyediaan komoditi tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan,
kehutanan, dan perikanan. Semua kegiatan penyediaan tanaman bahan makanan,
perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan itu dilakukan secara
sederhana, yang masih menggunakan peralatan tradisional.
Dalam perekonomian, sektor pertanian mendukung
kesejahteraan masyarakat dan berkontribusi terhadap PDB (Produ Domestik Bruto)
dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, sektor pertanian juga mempunyai
kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan
ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan negara terhadap impor atas
komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai
dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam
sayur dan buah.
Lahan yang subur juga merupakan modal yang sangat
potensial untuk menjadikan pertanian Indonesia sebagai sumber penghasilan
masyarakatnya dan juga penopang perekonomian bangsa. Lahan adalah suatu yang
vital dalam usaha pertanian. Setidaknya lahan menjadi modal utama dalam sektor
ini. Semakin luas lahan untuk pertanian maka potensinya semakin baik. Hal ini
menjadi bukti akan peran lahan yang sangat penting terhadap sektor pertania.
Belakangan ini sektor pertanian dihadapakan dengan
masalah menurunnya luas lahan pertanian, khususnya di pulau Jawa. Berkurangnya
lahan disebabkan oleh tidak terkendalinya pembangunan di sektor perumahan,
banguanan usaha dan juga pabrik-pabrik besar. Banyaknya program pembangunan
pertanian yang tidak terarah juga semakin menjerumuskan sektor ini pada
kehancuran.
Sempat ada wacana atau mungkin sudah terealisasi
bahwa akan dibuka lahan-lahan baru diluar jawa di mana lahan tersebut akan
dialih fungsikan menjadi perumahan, pertokoan, pabrik, jalan tol dan
fasilitas-fasilitas lainnya. Tentunya hal ini merupakan suatu ancaman serius
bagi sektor pertanian indonesia. Dengan semakin tingginya masalah degradasi
lahan yang dihadapi sektor pertanian indonesia maka akan menambah masalah
penurunan produktivitas dan perkembangan dalam sektor ini.
1.2.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah berdasarkan latar belakang diatas ialah sebagai berikut:
1.
Apa
yang dimaksud dengan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan ?
2.
Apa
yang dimaksud dengan degradasi lahan ?
3.
Contoh kasus dari pembahasan diatas ?
1.3.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah
ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
sektor pertanian, peternakan, kehutanan
dan perikanan
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan degradasi lahan
3. Untuk mengetahui contoh kasus dari
pembahasan diatas
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
dan Lingkup Sektor Pertanian
(Fadhila
Fitria C. – 13214743)
Sektor
pertanian yang dimaksudkan dalam konsep pendapatan nasional menurut lapangan
usaha atau sektor produksi ialah pertanian dalam arti luas yang meliputi lima
subsektor yaitu :
1.
Subsektor Tanaman Pangan
Subsektor
tanaman pangan sering disebut subsektor pertanian rakyat karena tanaman pangan
biasanya diusahakan oleh rakyat.
2.
Subsektor Perkebunan
Subsektor
perkebunan dibedakkan atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Yang
dimaksud dengan perkebunan rakyat ialah perkebunan yang diusahakan sendiri oleh
rakyat atau masyarakat biasanya dalam skala kecilkecilan dan dengan teknologi
yang sederhana. Perkebunan besar ialah semua kegiatan perkebunan yang
dijalankan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan berbadan hukum.
3.
Subsektor Kehutanan
Subsektor
kehutanan terdiri atas 3 macam kegiatan, yaitu penebangan kayu, pengambilan
hasil hutan lain, dan perburuan.
4.
Subsektor Peternakan
Subsektor
peternakan mencakup kegiatan beternak itu sendiri dan pengusahaan
hasil-hasilnya yang meliputi produksi ternak-ternak besar dan kecil dan hasil
pemotongan hewan.
5.
Subsektor Perikanan
Subsektor
perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan umum, dan
pengolahan sederhana atas produk-produk perikanan (pengeringan dan pengasinan).
2.1.1
Subsektor
Tanaman Pangan
Subsektor tanaman
pangan atau sering juga disebut sebagai subsektor pertanian rakyat. Hal ini
karena biasanya rakyatlah yang mengusahakan sektor tanaman pangan, bukan
perusahaan atau pemerintah. Sektor ini mencakup komoditas-komoditas bahan
makanan seperti: padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah, kedelai, serta sayur
dan buah-buahan. Pertanian tanaman pangan sangat relevan untuk dijadikan
sebagai pilar ekonomi di daerah, mengingat sumber daya ekonomi yang dimiliki
setiap daerah yang siap di dayagunakan untuk membangun ekonomi daerah adalah
sumber daya pertanian tanaman pangan, seperti sumber daya alam (lahan, air,
keragaman hayati, agro-klimat). Oleh karena itu, subsektor tanaman pangan
mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
1.
Produksi
Produksi
tanaman pangan dapat ditingkatkan melalui perluasan areal (ekstensifikasi) dan
peningkatan produktivitas (intensifikasi). Tersedianya lahan yang lebih luas
dan teknologi produksi yang mampu menaikan produktivitas tidak dengan
sendirinya akan mendorong petani untuk lebih giat menanam, kecuali jika
terdapat rangsangan ekonomi yang dapat berupa harga sarana produksi yang
terjangkau, kemudahan mendapatkan sarana produksi, harga jual, serta teknologi
dan sarana penanganan pascapanen yang mampu menjaga keawetan produk.
2.
Konsumsi
Perkembangan
subsektor pertanian tidak hanya berhasil mencukupi penduduk akan pangan, tetapi
juga memperbaiki pola konsumsi masyarakat. Tanaman padi-padian masih menjadi
sumber utama bagi kaloro dan protein. Hal ini mudah dipahami mengingat beras
masih merupakan bahan pangan utama.
2.1.2
Subsektor
Perkebunan
(Dio Aikel - 13214188)
Subsektor
perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling
konsisten, baik ditinjau dari areal maupun produksi. Adapun beberapa
komoditas perkebunan yang penting di Indonesia yaitu karet, kelapa sawit,
kelapa, kopi, kakao, teh, dan tebu dari beberapa komoditas tersebut kelapa
sawit, karet dan kakao tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan tanaman
perkebunan lainnya.
Pertumbuhan
yang pesat dari ketiga komoditas tersebut pada umumnya berkaitan dengan tingkat
keuntungan pengusahaan komoditas tersebut relatif lebih baik dan juga kebijakan
pemerintah untuk mendorong perluasan areal komoditas yang dikarenakan
kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) oleh subsektor ini.
2.1.3
Subsektor
Kehutanan
Subsektor kehutanan
secara kelembagaan ada dibawah naungan departemen kehutanan, berbeda dengan
subsektor lain yang ada di bawah naungan departemen pertanian.Dalam
kedudukannya sebagai bagian dari sektor pertanian, hasil utama subsektor
kehutanan adalah kayu.Hasil hutan lainnya disebut sebagai hasil ikutan.
Berdasarkan tata
gunanya hutan di Indonesia dibedakan menjadi hutan lindung, hutan suaka
alam, dan hutan wisata, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan
hutan produksi yang dapat dikonversi. Hutan yang diusahakan untuk diambil hasilnya
adalah hutan yang dapat atau boleh dikonversi diantaranya berupa areal hutan
tanaman industri.Pengelolaan hutan produksi dijalankan oleh
perusahaan-perusahaan berdasarkan hak pengusahaan.
2.1.4
Subsektor
Peternakan
(Irfansyah
Kuteh – 15214454)
Sembilan
puluh persen sektor peternakan diusahakan oleh rakyat, sekitar persentase itu
pula produksi telur dan daging berasal dari usaha peternakan rakyat, hanya
sebesar sepuluh persen yang diusahakan oleh perusahaan-perusahaan. Peternakan
rakyat memiliki ciri-ciri antara lain berskala usaha kecil, teknologi sederhana,
bersifat padat karya dan berbasis keluarga serumah, produktibitas dan mutu
produk rendah. Produk subsektor peternakan meliputi daging, telur, dan susu.
Usaha yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas peternakan meliputi
intensifikasi, ekstenfikasi, diversifikasi dan perbaikan mutu.
2.1.5
Subsektor
Perikanan
Subsektor
perikanan berbeda dengan keempat subsektor lainnya. Tanaman pangan dan
peternakan bersifat substitusi impor, sedangkan perkebunan dan kehutanan
cenderung diprioritaskan untuk memenuhi keperluan dalam negeri. Namun subsektor
perikanan disamping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga sebagai
komoditas ekspor. Dilihat dari tempat budidayanya, subsektor ini dibedakan
menjadi perikanan darat dan perikanan laut. Subsektor perikanan cenderung
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini bersumber pada dua faktor yang
mempengaruhinya, yaitu pertambahan jumlah rumah tangga perikanan serta
produktivitas jumlah rumah tangga perikanan yang berkembang.
2.2
Degradasi
Lahan
(La
Ode Muhammad Saiful
– 15214953)
Degradasi
lahan adalah suatu proses di mana kemampuan tanah pada suatu bidang lahan
menurun atau berkurang (secara aktual maupun potensial) untuk memproduksi suatu
barang ataupun jasa. Lahan yang telah terdegradasi cenderung mengalami penurunan
produktifitas. Degradasi lahan menurut FAO adalah hasil satu atau lebih proses
terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk
memproduksi barang dan jasa. Defenisi tersebut menunjukkan pengertian umum
dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan dengan pertanian (Firmansyah, 2003).
Defenisi degradasi lahan cukup banyak diungkapkan oleh para pakar tanah, namun
kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila
dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi.
Menurut
Firmansyah (2003) bentuk degradasi lahan yang terpenting di kawasan Asia antara
lain adalah erosi tanah, degradasi sifat kimia berupa penurunan kadar bahan
organik tanah dan pencucian unsur hara. Perubahan penggunaan lahan dan pola
pengelolaan tanah menyebabkan perubahan kandungan bahan organik tanah.
Makin
intensif penggunaan suatu lahan, makin rendah kandungan bahan organik tanah.
Oleh karena itu tanah yang terdegradasi perlu dilakukan upaya rehabilitasi.
Dari rehabilitasi ini di harapkan dapat memperbaiki (memulihkan), meningkatkan
dan mempertahankan kondisi tanah yang rusak agar berfungsi secara optimal, baik
sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur
perlindungan lingkungan (Latifah, 2005).
2.2.1
Faktor-Faktor
Lahan Penyebab Terjadinya Degradasi
Degradasi
lahan atau kerusakan tanah dapat disebabkan oleh faktor alami dan atau campur
tangan manusia (antropogenik). Dimana faktor alami umumnya disebabkan aspek
topografi, hidrologi, geologi atau pedologi dari tanah itu sendiri; seperti
areal yang berlereng curam, jenis tanah yang mudah rusak atau tergerus, curah
hujan yang tinggi, atau kekuatan tektonis dan vulkanis yang merupakan bencana
alam (Banuwa, 2013). Sedangkan faktor campur tangan manusia disebabkan oleh
berbagai interaksi manusia dengan tanah, misalnya alih fungsi lahan, penerapan
pola pertanian yang tidak tepat, kesalahan pola pengelolaan lahan, deforestasi,
penggembalaan hewan merumput yang berlebihan, pembakaran lahan dan lain
sebagainya.
Makalah
ini bertujuan untuk membahas faktor-faktor terjadinya degradasi lahan oleh
campur tangan manusia yang berhubungan dengan pelanggaran etika dalam sektor
pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan.
2.3
Kasus
Degradasi Lahan Oleh PT. Sinar Mas
Kebakaran lahan dan hutan di beberapa wilayah
Indonesia terjadi bukan hanya sekali melainkan hampir setiap tahun terjadi. Hal
ini telah menjadi perhatian serius baik nasional maupun internasional, karena
dampak kebakaran tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Indonesia tapi juga
beberapa Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Penyebab
kebakaran bukan hanya dari faktor alam tetapi juga ulah tangan
manusia yang tidak bertanggungjawab.
Kebakaran hutan yang diakibatkan oleh PT. Sinar Mas
Grup ini memberikan dampak kerusakan yang sangat parah terhadap hutan di
Kalimantan dan Sumatra, selain itu banyak hewan yang kehilangan tempat tinggal
dan mati, manusia yang terjangkit penyakit karena tidak sedikit orang
menderita infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), dan terganggunya
penerbangan dan ekonomi.
Bencana kebakaran ini berpotensi mengundang bencana
susulan yang lebih besar, berupa bencana ekologi serta bencana sosial.
Kerusakan lingkungan, kepunahan keanekaragaman hayati, banjir, longsor,
kekeringan, hingga meledaknya hama akibat kacaunya sistem rantai makanan di
alam.
Sebut saja kasus pembabatan hutan di Kalimantan yang
dilakukan oleh Sinar Mas Grup secara ilegal. Perusahaan ini sendiri sudah cukup
terkenal akan keterlibatannya dalam pembukaan ilegal hutan melalui anak
perusahaan kertasnya, Asia Pulp and Paper (APP). Laporan terbaru oleh
Greenpeace menunjukkan bahwa melalui perusahaan minyak kelapa sawitnya, Sinar
Mas terlibat dalam:
1.
Pembukaan lahan tanpa analisis dampak
lingkungan
2.
Pembukaan lahan tanpa izin pemanfaatan
kayu
3.
Pembukaan lahan pada lahan gambut yang dalam.
Tindakan-tindakan ini telah melanggar hukum
Indonesia serta Prinsip dan Kriteria Roundtable
on Sustainable Palm Oil (RSPO) di mana beberapa perusahaan Sinar Mas
menjadi anggotanya. Namun, belum ada petinggi Sinar Mas yang ditahan atas
keterlibatan mereka dalam deforestasi ilegal.
Laporan terbaru Greenpeace
‘’Pembukaan Hutan Ilegal dan Greenwash
RSPO: Studi Kasus Sinar Mas” menitikberatkan pada tindak ilegal dari operasi
Sinar Mas di Kalimantan, walaupun perusahaan tersebut juga merambah hutan untuk
kelapa sawit pada beberapa daerah di Indonesia seperti di daerah Lereh dekat
Jayapura, Papua.
Perusakan hutan-hutan ini menyumbang dampak besar
terhadap kehidupan lokal dan keberlangsungan pangan, menyebabkan dampak sangat
buruk terhadap keanekaragaman hayati serta menyumbang perubahan iklim global. Greenpeace memperkirakan rata-rata emisi
tahunan yang disebabkan oleh degradasi gambut untuk perkebunan minyak kelapa
sawit Sinar Mas pada satu propinsi (Riau) saja adalah 2,5 juta ton CO2.
Greenpeace
telah menyelidiki beberapa perusahaan minyak kelapa sawit di bawah grup Sinar
Mas di Kalimantan Barat dan mendapatkan bukti-bukti bahwa Sinar Mas melakukan
tindak yang berlawanan dengan syarat-syarat hukum di Indonesia. Dalam hukum
Indonesia, perusahaan perkebunan harus memenuhi beberapa syarat hukum sebelum
mereka dapat membuka hutan dan menggunakan lahan untuk perkebunan kelapa sawit:
1. Jika
perkebunan berada di kawasan hutan, perusahaan harus mematuhi peraturan
Departemen Kehutanan dan meminta serta memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)
sebelum membuka lahan.
2. Pengembangan
lahan tidak diperbolehkan sebelum perusahaan memiliki Izin Usaha Perkebunan
(IUP) yang sah. Satu syarat untuk memiliki IUP adalah penyelesaian dan adanya
persetujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
3. Penyelidikan
terbaru Greenpeace menemukan:
4. Pembukaan
ilegal hutan tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL): PT Agro Lestari
Mandiri (PT ALM), perusahaan Sinar Mas di Ketapang baru memiliki izin AMDAL
pada Desember 2007 namun telah membuka lahan lebih dari dua tahun sebelumnya
pada September 2005.
5. Pembukaan
ilegal hutan tanpa Izin Penebangan Kayu (IPK): Beberapa perusahaan Sinar Mas
termasuk PT Kartika Prima Cipta, PT Paramitha Internusa Pratama dan PT Persada
Graha Mandiri telah merambah hutan dekat Taman Nasional Danau Sentarum di
Kalimantan Barat, lahan basah internasional di bawah Ramsar Convention. Daftar
terbaru dari persetujuan IPK (2008) tidak termasuk IPK yang diberikan untuk
area konsesi tersebut.
Gambut
adalah vegetasi yang tidak mudah terbakar bahkan saat musim kemarau. Karena kesengajaan
yg terjadi oleh oknum-oknum yang bersangkutan, mereka membuat parit-parit untuk
mengeringkan gambut dan membakarnya. Hal ini membuat tanah di hutan menjadi
kering dan vegetasi penyubur tanah pun hangus. Apabila tanah menjadi kering
maka tanah tersebur akan sukar untuk ditanami dan kesuburan tanah pun akan
bekurang. Dampak pembakaran hutan bagi sektor pertanian adalah vegetasi tanah
akan berkurang seperti tanah akan menjadi mampat (mengeras) karena kehilangan
unsur hara organik, dan hewan-hewan yang dapat menguraikan unsur hara organik
mati. Asap yang menggangu masyarakat mengakibatkan penurunan aktivitas petani
dan pekerja di sektor pertanian dan sub-sub sektor lainnya yang pada akhirnya
berdampak pada turunnya produktifitas dan kualitas komoditi dalam sektor ini.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Banyak
perusahan yang melakukan pembakaran hutan untuk menambah lahan aktifitas
bisnisnya. Hal tersebut karena tebatasnya lahan yang bisa mereka kuasai dan
salah satu jalan yang mereka ambil adalah membakar hutan. Membakar hutan adalah
solusi yang paling murah dan cepat untuk mendapatkan lahan yang akan di
jadikan perkebunan tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi, salah satunya
adalah degradasi lahan yang mengakibatkan turunnya kualitas tanah.
Kebakaran
hutan yang diakibatkan oleh PT Sinar Mas Grup memberikan dampak kerusakan yang
sangat parah terhadap hutan Indonesia. Vegetasi tanah akan berkurang seperti
tanah akan menjadi mampat (mengeras) karena kehilangan unsur hara organik, hewan-hewan
yang dapat menguraikan unsur hara organik mati, penurunan aktivitas petani dan
pekerja di sektor pertanian dan sub-sub sektor lainnya yang berdampak pada
turunnya produktifitas dan kualitas komoditi sektor pertanian. Bencana
kebakaran ini berpotensi mengundang bencana susulan yang lebih besar, berupa
bencana ekologi serta bencana sosial. Kerusakan lingkungan, kepunahan
keanekaragaman hayati, banjir, longsor, kekeringan, hingga meledaknya hama
akibat kacaunya sistem rantai makanan di alam.
Kejadian
kebakaran hutan di Indonesia memang bukan pertama kalinya namun kali ini yang
menjadi banyak kecaman oleh masyarakat didunia. Ditengah kampanye besar-besaran
tentang isu global warming Indonesia sebagai salah satu yang
masih mempunyai banyak hutan malah melakukan hal yang sangat tidak terpuji.
Membakar hutan artinya mempercepat pemanasan global. Kejadian ini akan terus
berulang ditahun-tahun mendatang apabila penegakan hukum terhadap pelaku
pembakaran masih lemah dan tidak menimbulkan efek jera. Pemerintah berkewajiban
menjamin hak warga negaranya dalam mendapatkan layanan lingkungan yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Komentar
Posting Komentar