Langsung ke konten utama

Pelanggaran Etika Bisnis pada Sektor Usaha

PELANGGARAN ETIKA SEKTOR PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN DAN PERIKANAN
(DEGRADASI LAHAN OLEH CAMPUR TANGAN MANUSIA)




Disusun oleh Kelompok 6 :
Dio Aikel - 13214188
Fadhila Fitria C – 13214743
Irfansyah Kuteh – 15214454
La Ode Muhammad Saiful – 15214953

Kelas 3 EA 04



FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN UNIVERSITAS GUNADARMA
2017







BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian memiliki cabang-cabang sektor atau sub sektor yang membentuk sektor pertanian tersebut. Sub sektor tersebut adalah sub sektor tanaman pangan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan dan hasilnya, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan.  Pembagian sub sektor tersebut terkait dengan definisi pertanian itu sendiri. Menurut BPS (2003), pertanian adalah semua kegiatan yang meliputi penyediaan komoditi tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Semua kegiatan penyediaan tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan itu dilakukan secara sederhana, yang masih menggunakan peralatan tradisional.
Dalam perekonomian, sektor pertanian mendukung kesejahteraan masyarakat dan berkontribusi terhadap PDB (Produ Domestik Bruto) dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, sektor pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan negara terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Lahan yang subur juga merupakan modal yang sangat potensial untuk menjadikan pertanian Indonesia sebagai sumber penghasilan masyarakatnya dan juga penopang perekonomian bangsa. Lahan adalah suatu yang vital dalam usaha pertanian. Setidaknya lahan menjadi modal utama dalam sektor ini. Semakin luas lahan untuk pertanian maka potensinya semakin baik. Hal ini menjadi bukti akan peran lahan yang sangat penting terhadap sektor pertania.
Belakangan ini sektor pertanian dihadapakan dengan masalah menurunnya luas lahan pertanian, khususnya di pulau Jawa. Berkurangnya lahan disebabkan oleh tidak terkendalinya pembangunan di sektor perumahan, banguanan usaha dan juga pabrik-pabrik besar. Banyaknya program pembangunan pertanian yang tidak terarah juga semakin menjerumuskan sektor ini pada kehancuran.
Sempat ada wacana atau mungkin sudah terealisasi bahwa akan dibuka lahan-lahan baru diluar jawa di mana lahan tersebut akan dialih fungsikan menjadi perumahan, pertokoan, pabrik, jalan tol dan fasilitas-fasilitas lainnya. Tentunya hal ini merupakan suatu ancaman serius bagi sektor pertanian indonesia. Dengan semakin tingginya masalah degradasi lahan yang dihadapi sektor pertanian indonesia maka akan menambah masalah penurunan produktivitas dan perkembangan dalam sektor ini.

1.2.            Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas ialah sebagai berikut:
1.        Apa yang dimaksud dengan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan ?
2.        Apa yang dimaksud dengan degradasi lahan ?
3.        Contoh kasus dari pembahasan diatas ?

1.3.            Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan degradasi lahan
3.      Untuk mengetahui contoh kasus dari pembahasan diatas





BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Pengertian dan Lingkup Sektor Pertanian
(Fadhila Fitria C. – 13214743)
Sektor pertanian yang dimaksudkan dalam konsep pendapatan nasional menurut lapangan usaha atau sektor produksi ialah pertanian dalam arti luas yang meliputi lima subsektor yaitu :
1.      Subsektor Tanaman Pangan
Subsektor tanaman pangan sering disebut subsektor pertanian rakyat karena tanaman pangan biasanya diusahakan oleh rakyat.
2.      Subsektor Perkebunan
Subsektor perkebunan dibedakkan atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Yang dimaksud dengan perkebunan rakyat ialah perkebunan yang diusahakan sendiri oleh rakyat atau masyarakat biasanya dalam skala kecilkecilan dan dengan teknologi yang sederhana. Perkebunan besar ialah semua kegiatan perkebunan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan berbadan hukum.
3.      Subsektor Kehutanan
Subsektor kehutanan terdiri atas 3 macam kegiatan, yaitu penebangan kayu, pengambilan hasil hutan lain, dan perburuan.
4.      Subsektor Peternakan
Subsektor peternakan mencakup kegiatan beternak itu sendiri dan pengusahaan hasil-hasilnya yang meliputi produksi ternak-ternak besar dan kecil dan hasil pemotongan hewan.
5.      Subsektor Perikanan
Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut, perairan umum, dan pengolahan sederhana atas produk-produk perikanan (pengeringan dan pengasinan).


2.1.1        Subsektor Tanaman Pangan
Subsektor tanaman pangan atau sering juga disebut sebagai subsektor pertanian rakyat. Hal ini karena biasanya rakyatlah yang mengusahakan sektor tanaman pangan, bukan perusahaan atau pemerintah. Sektor ini mencakup komoditas-komoditas bahan makanan seperti: padi, jagung, ketela pohon, kacang tanah, kedelai, serta sayur dan buah-buahan. Pertanian tanaman pangan sangat relevan untuk dijadikan sebagai pilar ekonomi di daerah, mengingat sumber daya ekonomi yang dimiliki setiap daerah yang siap di dayagunakan untuk membangun ekonomi daerah adalah sumber daya pertanian tanaman pangan, seperti sumber daya alam (lahan, air, keragaman hayati, agro-klimat). Oleh karena itu, subsektor tanaman pangan mendapat perhatian lebih dari pemerintah.
1.      Produksi
Produksi tanaman pangan dapat ditingkatkan melalui perluasan areal (ekstensifikasi) dan peningkatan produktivitas (intensifikasi). Tersedianya lahan yang lebih luas dan teknologi produksi yang mampu menaikan produktivitas tidak dengan sendirinya akan mendorong petani untuk lebih giat menanam, kecuali jika terdapat rangsangan ekonomi yang dapat berupa harga sarana produksi yang terjangkau, kemudahan mendapatkan sarana produksi, harga jual, serta teknologi dan sarana penanganan pascapanen yang mampu menjaga keawetan produk.
2.      Konsumsi
Perkembangan subsektor pertanian tidak hanya berhasil mencukupi penduduk akan pangan, tetapi juga memperbaiki pola konsumsi masyarakat. Tanaman padi-padian masih menjadi sumber utama bagi kaloro dan protein. Hal ini mudah dipahami mengingat beras masih merupakan bahan pangan utama.

2.1.2        Subsektor Perkebunan
(Dio Aikel - 13214188)
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari areal maupun produksi. Adapun beberapa komoditas perkebunan yang penting di Indonesia yaitu karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao, teh, dan tebu dari beberapa komoditas tersebut kelapa sawit, karet dan kakao tumbuh lebih pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya.
Pertumbuhan yang pesat dari ketiga komoditas tersebut pada umumnya berkaitan dengan tingkat keuntungan pengusahaan komoditas tersebut relatif lebih baik dan juga kebijakan pemerintah untuk mendorong perluasan areal komoditas yang dikarenakan kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) oleh subsektor ini.

2.1.3        Subsektor Kehutanan          
Subsektor kehutanan secara kelembagaan ada dibawah naungan departemen kehutanan, berbeda dengan subsektor lain yang ada di bawah naungan departemen pertanian.Dalam kedudukannya sebagai bagian dari sektor pertanian, hasil utama subsektor kehutanan adalah kayu.Hasil hutan lainnya disebut sebagai hasil ikutan.
Berdasarkan tata gunanya hutan di Indonesia dibedakan menjadi hutan lindung, hutan suaka alam, dan hutan wisata, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Hutan yang diusahakan untuk diambil hasilnya adalah hutan yang dapat atau boleh dikonversi diantaranya berupa areal hutan tanaman industri.Pengelolaan hutan produksi dijalankan oleh perusahaan-perusahaan berdasarkan hak pengusahaan.

2.1.4        Subsektor Peternakan
(Irfansyah Kuteh – 15214454)
Sembilan puluh persen sektor peternakan diusahakan oleh rakyat, sekitar persentase itu pula produksi telur dan daging berasal dari usaha peternakan rakyat, hanya sebesar sepuluh persen yang diusahakan oleh perusahaan-perusahaan. Peternakan rakyat memiliki ciri-ciri antara lain berskala usaha kecil, teknologi sederhana, bersifat padat karya dan berbasis keluarga serumah, produktibitas dan mutu produk rendah. Produk subsektor peternakan meliputi daging, telur, dan susu. Usaha yang dapat ditempuh untuk meningkatkan produktivitas peternakan meliputi intensifikasi, ekstenfikasi, diversifikasi dan perbaikan mutu.

2.1.5        Subsektor Perikanan
Subsektor perikanan berbeda dengan keempat subsektor lainnya. Tanaman pangan dan peternakan bersifat substitusi impor, sedangkan perkebunan dan kehutanan cenderung diprioritaskan untuk memenuhi keperluan dalam negeri. Namun subsektor perikanan disamping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri juga sebagai komoditas ekspor. Dilihat dari tempat budidayanya, subsektor ini dibedakan menjadi perikanan darat dan perikanan laut. Subsektor perikanan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini bersumber pada dua faktor yang mempengaruhinya, yaitu pertambahan jumlah rumah tangga perikanan serta produktivitas jumlah rumah tangga perikanan yang berkembang.

2.2              Degradasi Lahan
(La Ode Muhammad Saiful – 15214953)
Degradasi lahan adalah suatu proses di mana kemampuan tanah pada suatu bidang lahan menurun atau berkurang (secara aktual maupun potensial) untuk memproduksi suatu barang ataupun jasa. Lahan yang telah terdegradasi cenderung mengalami penurunan produktifitas. Degradasi lahan menurut FAO adalah hasil satu atau lebih proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk memproduksi barang dan jasa. Defenisi tersebut menunjukkan pengertian umum dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan dengan pertanian (Firmansyah, 2003). Defenisi degradasi lahan cukup banyak diungkapkan oleh para pakar tanah, namun kesemuanya menunjukkan penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila dibandingkan dengan tanah tidak terdegradasi.
Menurut Firmansyah (2003) bentuk degradasi lahan yang terpenting di kawasan Asia antara lain adalah erosi tanah, degradasi sifat kimia berupa penurunan kadar bahan organik tanah dan pencucian unsur hara. Perubahan penggunaan lahan dan pola pengelolaan tanah menyebabkan perubahan kandungan bahan organik tanah.
Makin intensif penggunaan suatu lahan, makin rendah kandungan bahan organik tanah. Oleh karena itu tanah yang terdegradasi perlu dilakukan upaya rehabilitasi. Dari rehabilitasi ini di harapkan dapat memperbaiki (memulihkan), meningkatkan dan mempertahankan kondisi tanah yang rusak agar berfungsi secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan lingkungan (Latifah, 2005).

2.2.1        Faktor-Faktor Lahan Penyebab Terjadinya Degradasi
Degradasi lahan atau kerusakan tanah dapat disebabkan oleh faktor alami dan atau campur tangan manusia (antropogenik). Dimana faktor alami umumnya disebabkan aspek topografi, hidrologi, geologi atau pedologi dari tanah itu sendiri; seperti areal yang berlereng curam, jenis tanah yang mudah rusak atau tergerus, curah hujan yang tinggi, atau kekuatan tektonis dan vulkanis yang merupakan bencana alam (Banuwa, 2013). Sedangkan faktor campur tangan manusia disebabkan oleh berbagai interaksi manusia dengan tanah, misalnya alih fungsi lahan, penerapan pola pertanian yang tidak tepat, kesalahan pola pengelolaan lahan, deforestasi, penggembalaan hewan merumput yang berlebihan, pembakaran lahan dan lain sebagainya.
Makalah ini bertujuan untuk membahas faktor-faktor terjadinya degradasi lahan oleh campur tangan manusia yang berhubungan dengan pelanggaran etika dalam sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan.

2.3              Kasus Degradasi Lahan Oleh PT. Sinar Mas
Kebakaran lahan dan hutan di beberapa wilayah Indonesia terjadi bukan hanya sekali melainkan hampir setiap tahun terjadi. Hal ini telah menjadi perhatian serius baik nasional maupun internasional, karena dampak kebakaran tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Indonesia tapi juga beberapa Negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Penyebab kebakaran bukan hanya dari faktor alam tetapi juga ulah tangan manusia yang tidak bertanggungjawab.
Kebakaran hutan yang diakibatkan oleh PT. Sinar Mas Grup ini memberikan dampak kerusakan yang sangat parah terhadap hutan di Kalimantan dan Sumatra, selain itu banyak hewan yang kehilangan tempat tinggal dan mati, manusia yang terjangkit penyakit karena tidak sedikit orang menderita infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), dan terganggunya penerbangan dan ekonomi. 
Bencana kebakaran ini berpotensi mengundang bencana susulan yang lebih besar, berupa bencana ekologi serta bencana sosial. Kerusakan lingkungan, kepunahan keanekaragaman hayati, banjir, longsor, kekeringan, hingga meledaknya hama akibat kacaunya sistem rantai makanan di alam.
Sebut saja kasus pembabatan hutan di Kalimantan yang dilakukan oleh Sinar Mas Grup secara ilegal. Perusahaan ini sendiri sudah cukup terkenal akan keterlibatannya dalam pembukaan ilegal hutan melalui anak perusahaan kertasnya, Asia Pulp and Paper (APP). Laporan terbaru oleh Greenpeace menunjukkan bahwa melalui perusahaan minyak kelapa sawitnya, Sinar Mas terlibat dalam:
1.      Pembukaan lahan tanpa analisis dampak lingkungan
2.      Pembukaan lahan tanpa izin pemanfaatan kayu
3.       Pembukaan lahan pada lahan gambut yang dalam.
Tindakan-tindakan ini telah melanggar hukum Indonesia serta Prinsip dan Kriteria Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di mana beberapa perusahaan Sinar Mas menjadi anggotanya. Namun, belum ada petinggi Sinar Mas yang ditahan atas keterlibatan mereka dalam deforestasi ilegal.
Laporan terbaru Greenpeace ‘’Pembukaan Hutan Ilegal dan Greenwash RSPO: Studi Kasus Sinar Mas” menitikberatkan pada tindak ilegal dari operasi Sinar Mas di Kalimantan, walaupun perusahaan tersebut juga merambah hutan untuk kelapa sawit pada beberapa daerah di Indonesia seperti di daerah Lereh dekat Jayapura, Papua.
Perusakan hutan-hutan ini menyumbang dampak besar terhadap kehidupan lokal dan keberlangsungan pangan, menyebabkan dampak sangat buruk terhadap keanekaragaman hayati serta menyumbang perubahan iklim global. Greenpeace memperkirakan rata-rata emisi tahunan yang disebabkan oleh degradasi gambut untuk perkebunan minyak kelapa sawit Sinar Mas pada satu propinsi (Riau) saja adalah 2,5 juta ton CO2.
Greenpeace telah menyelidiki beberapa perusahaan minyak kelapa sawit di bawah grup Sinar Mas di Kalimantan Barat dan mendapatkan bukti-bukti bahwa Sinar Mas melakukan tindak yang berlawanan dengan syarat-syarat hukum di Indonesia. Dalam hukum Indonesia, perusahaan perkebunan harus memenuhi beberapa syarat hukum sebelum mereka dapat membuka hutan dan menggunakan lahan untuk perkebunan kelapa sawit:
1.      Jika perkebunan berada di kawasan hutan, perusahaan harus mematuhi peraturan Departemen Kehutanan dan meminta serta memiliki Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) sebelum membuka lahan.
2.      Pengembangan lahan tidak diperbolehkan sebelum perusahaan memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) yang sah. Satu syarat untuk memiliki IUP adalah penyelesaian dan adanya persetujuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
3.      Penyelidikan terbaru Greenpeace menemukan:
4.      Pembukaan ilegal hutan tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL): PT Agro Lestari Mandiri (PT ALM), perusahaan Sinar Mas di Ketapang baru memiliki izin AMDAL pada Desember 2007 namun telah membuka lahan lebih dari dua tahun sebelumnya pada September 2005.
5.      Pembukaan ilegal hutan tanpa Izin Penebangan Kayu (IPK): Beberapa perusahaan Sinar Mas termasuk PT Kartika Prima Cipta, PT Paramitha Internusa Pratama dan PT Persada Graha Mandiri telah merambah hutan dekat Taman Nasional Danau Sentarum di Kalimantan Barat, lahan basah internasional di bawah Ramsar Convention. Daftar terbaru dari persetujuan IPK (2008) tidak termasuk IPK yang diberikan untuk area konsesi tersebut.
Gambut adalah vegetasi yang tidak mudah terbakar bahkan saat musim kemarau. Karena kesengajaan yg terjadi oleh oknum-oknum yang bersangkutan, mereka membuat parit-parit untuk mengeringkan gambut dan membakarnya. Hal ini membuat tanah di hutan menjadi kering dan vegetasi penyubur tanah pun hangus. Apabila tanah menjadi kering maka tanah tersebur akan sukar untuk ditanami dan kesuburan tanah pun akan bekurang. Dampak pembakaran hutan bagi sektor pertanian adalah vegetasi tanah akan berkurang seperti tanah akan menjadi mampat (mengeras) karena kehilangan unsur hara organik, dan hewan-hewan yang dapat menguraikan unsur hara organik mati. Asap yang menggangu masyarakat mengakibatkan penurunan aktivitas petani dan pekerja di sektor pertanian dan sub-sub sektor lainnya yang pada akhirnya berdampak pada turunnya produktifitas dan kualitas komoditi dalam sektor ini.























BAB III
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Banyak perusahan yang melakukan pembakaran hutan untuk menambah lahan aktifitas bisnisnya. Hal tersebut karena tebatasnya lahan yang bisa mereka kuasai dan salah satu jalan yang mereka ambil adalah membakar hutan. Membakar hutan adalah solusi yang paling murah dan cepat untuk mendapatkan lahan yang akan di jadikan perkebunan tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi, salah satunya adalah degradasi lahan yang mengakibatkan turunnya kualitas tanah.
Kebakaran hutan yang diakibatkan oleh PT Sinar Mas Grup memberikan dampak kerusakan yang sangat parah terhadap hutan Indonesia. Vegetasi tanah akan berkurang seperti tanah akan menjadi mampat (mengeras) karena kehilangan unsur hara organik, hewan-hewan yang dapat menguraikan unsur hara organik mati, penurunan aktivitas petani dan pekerja di sektor pertanian dan sub-sub sektor lainnya yang berdampak pada turunnya produktifitas dan kualitas komoditi sektor pertanian. Bencana kebakaran ini berpotensi mengundang bencana susulan yang lebih besar, berupa bencana ekologi serta bencana sosial. Kerusakan lingkungan, kepunahan keanekaragaman hayati, banjir, longsor, kekeringan, hingga meledaknya hama akibat kacaunya sistem rantai makanan di alam.
Kejadian kebakaran hutan di Indonesia memang bukan pertama kalinya namun kali ini yang menjadi banyak kecaman oleh masyarakat didunia. Ditengah kampanye besar-besaran tentang isu global warming Indonesia sebagai salah satu yang masih mempunyai banyak hutan malah melakukan hal yang sangat tidak terpuji. Membakar hutan artinya mempercepat pemanasan global. Kejadian ini akan terus berulang ditahun-tahun mendatang apabila penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran masih lemah dan tidak menimbulkan efek jera. Pemerintah berkewajiban menjamin hak warga negaranya dalam mendapatkan layanan lingkungan yang sehat.

DAFTAR PUSTAKA








Komentar

Postingan populer dari blog ini

Etika Bisnis: Pelanggaran Pemalsuan Laporan Keuangan PT. Kimia Farma

ETIKA BISNIS PELANGGARAN PEMALSUAN LAPORAN KEUANGAN PT. KIMIA FARMA Disusun oleh Kelompok 6 : Dio Aikel (13214188) Fadhila Fitria C (13214743) Irfansyah Kuteh (15214454) La Ode Muh.Saiful (15214953) Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Gunadarma 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1                    Pengertian Etika Bisnis Fadhila Fitria C (13214743) Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ ethos ’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya. Menurut Kamus Besar B a h a s a Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Menurut Maryani & Ludigdo (2001) Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan mau

DEFINISI PENGATURAN, KARAKTERISTIK GCG DAN KAITANNYA DENGAN ETIKA BISNIS

ETIKA BISNIS BAB 9 DEFINISI PENGATURAN, KARAKTERISTIK GCG DAN KAITANNYA DENGAN ETIKA BISNIS Kelompok 6 (Enam)   Dio Aikel (13214188) Fadhila Fitria C (13214743) Irfansyah Kuteh (15214454) La Ode Muh.Saiful (15214953) Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Gunadarma 2017       BAB I ETIKA DAN BISNIS SEBAGAI SEBUAH PROFESI 1.1.             Definisi Etika Bisnis Perkembangan dunia bisnis yang cepat dan dinamis pada saat ini, perlu diimbangi dengan aturan-aturan atau norma-norma untuk mengatur bisnis tersebut.Hal ini, ditujukan agar pihak-pihak terkait dalam aktivitas bisnis dapat berjalan dengan baik, lancer dan berkesinambungan serta dapat mendatangkan manfaat bagi kelangsungan hidup perusahaan. Etika berasal dari bahas Yunani “ Ethos ” yang berarti adat atau kebiasaan. Hal ini berarti bahwa etika terkait dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu generasi ke

Fashion Hijab di Era Globalisasi

FASHION HIJAB DALAM ERA GLOBALISASI PENDAHULUAN                                       A. L atar Belakang      Dari generasi ke generasi kita telah mengetahui bahwa sudah banyak yang menggunakan busana muslim, dimana sudah mengikuti era zaman. Maka dari itu, sudah pula banyak wanita muslim yang mengembangkan busana tersebut salah satunya hijab. Ada pula wanita-wanita yang memberikan intruksi ataupun tutorial untuk berhijab melalui media masa. Berbagai model hijab telah ada di era modern ini. Perlu kalian ketahui, bahwa model hijab yang di intruksikan banyak diterima di kalangan masyarakat terutama wanita muslim dan sekarang sudah menjadi busana yang mengikuti zaman. Jadi , perlu diketahui bahwa   busana muslim bukanlah selalu yang berbau keagamaan, tetapi busana muslim juga mampu mengikuti globalisasi.      Jilbab telah lama dikenal sebelum datangnya Islam, pada kalangan bangsa Ibrani yang dibangun oleh nabi Ibrahim AS juga telah mengenal adanya jilbab. Sejalan d